nama : rifani nur aulia
npm :15110934
kelas:1ka24
Prasangka Diskriminasi dan Etnosentrisme
1. Perbedaan Prasangka dengan Diskriminasi
Sikap negatif disebut juga prasangka, walaupun sikap prasangka juga bisa bersifat positif dalam kondisi tertentu. Dalam pengertian ini, sikap prasangka lebih cendrung ke arah negatif karena pengaruh dari faktor lingkungan, sikap dan ego yang tinggi, serta mudah terprovokasi dengan orang lain tanpa ada bukti yang jelas, dan hanya bisa berprasangka dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya, akan tetapi seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka.
Sikap berprasangka jelas tidak adil, karena sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar. Apabila muncul sikap berprasangka dan diskriminatif terhadap kelompok sosial lain, maka akan terjaadi pertenangan sosial yang lebih luas yang akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitar dan kerugian yang cukup besar dalam berbagai aspek.
2. Sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
a) Latar belakang sejarah
Orang kulit putih di Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang negro. Orang kulit putih beranggapan bahwa orang negro adalah budak dan orang berkulit putih adalah Tuan rajanya. Contoh lainnya adalah orang negro suka memprovokasi dan suka berbuat onar dalam berbagai aspek kehidupan.
b) Perkembangan sosio, kultural, dan situasional
Sifat prasangka akan muncul dan berkembang apabila terjadi kesenjangan sosial kepada masyarakt sekitar. Contohnya ialah terjadinya Putus Hubungan Kerja (PHK) oleh pimpinan perusahaan terhadap karyawannya. Contoh yang sering kita lihat adalah terjadinya korupsi di jajaran pemerintahan yang membuat rakyatnya menderita dan masyarat hanya bisa berdemonstrasi di tengah jalan, yang hanya membuat kemacetan dijalan.
c) Bersumber dari faktor kepribadian
Keadaan frustasi dari orang ataupun kelompok sosial tertentu dapat menimbulkan tingkah laku yang cukup agresif. Tipe prasangka lebih dominan disebabkan karena sikap orang itu tersendiri. Contohnya saja tipe authorian personality yang memiliki sifat konservatif dan bersifat tertutup kepada khalayak umum dan suka menyendiri.
d) Perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Prasangka diatas dapat dikatakan sebagai suatu prasangka yang bersifat universal. Contoh dari kejadian ini misalkan konflik Irlandia Utara – Irlandia Selandia, perang Vietnam, perang Iran dan Irak, perang Palestina dengan Israel. dan lain-lain.
3. Cara Untuk Mengurangi/Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
a. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemerataan pembangunan dan membuka lapangan pekerjaan merupakan cara cukup baik mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan sosial antara masyarakat menengah kebawah dengan menengah keatas. Pemerintah sudah melakukan berbagai macam cara, misalnya saja program Kredit Candak Culak (KCK), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kredit Modal Kerja permanen, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan lain-lain. Dengan begitu, rasa prasangka ketidakadilan dalam sektor perekonomian antara kelompok ekonomi lemah dengan kelompok ekonomi lemah akan menjadi berkurang dan jauh dari konflik, serta tercipnya suatu kedamaian.
b. Perluasan kesempatan belajar
Usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan kesejahteraan dalam bidang pendidikan sudah dilakukan, misalnya saja dana APBN yang sudah mencapai 20% untuk dunia pendidikan, Wajib Belajar (WAJAR) selama 9 tahun, serta program BOS (Biaya Operasional Sekolah). Namun dengan cara itu semua, pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan, misalnya saja kurang efektifnya program Ujian Nasional (UN) yan tidak adil. Para siswa/siswi yang sudah belajar selama 3 tahun harus ditentukan selama 3 hari. Seharusnya yang berhak untuk menentukan itu semua adalah para guru yang mengajar siswa/i nya, karena para guru lebih tahu karakteristik seorang siswa/I tersebut.
4. Etnosentrisme
Setiap suku bangsa atau ras tertentu memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda dan sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa ras tersebut cendrung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah satu prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai, dipandang sebagai suatu yang kurang baik, kurang estetis, dan bertentang dengan kodratnya. Hal tersebut dikenal sebagai Etnosentrisme, yaitu suatu kecendrungan yang menganggap nilai dan norma kebudayaan sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
Etnosentirisme merupakan gejala sosial yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar, dengan kata lain kecendrungan tidak sadar untuk menginterpresntasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai dasar ideologi Chauvinisme yang pernah dianut oleh orang Jerman pada zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior , lebih ungguk dari bangsa-bangsa lain dan memandang bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar